TERAS

"The Beauty of Nature" Bahasa Sunyi Para Perupa

  • Administrator
  • Minggu, 05 Oktober 2025
  • menit membaca
  • 23x baca

“The Beauty of Nature” Bahasa Sunyi Para Perupa

Yogyakarta, jogja-ngangkring.com – Di tengah hiruk-pikuk kota yang kian padat, keindahan alam mengajak manusia untuk sejenak menepi dan merenungi kembali makna keseimbangan. Suasana itulah yang terasa ketika memasuki ruang pamer Hotel Melia Purosani Yogyakarta, Sabtu (4/10/2025) sore. Cahaya lampu lembut memantul di atas kanvas, menghadirkan lanskap-lanskap imajiner dan jejak alam yang diolah penuh rasa oleh para perupa kelompok Hasta Rupa.

Pameran bertajuk “The Beauty of Nature” ini dibuka oleh Kombespol (Purn) Drs. Arif Nurcahyo, S.Psi., M.A., dengan penampilan musik hangat dari Gunawan “Pastel Biru” yang menambah intim suasana. Pameran berlangsung sebulan penuh, 4 Oktober hingga 4 November 2025, menampilkan 35 lukisan dan tiga patung karya 14 perupa.

Bagi M. Fikri Muasz, penulis naskah kuratorial, keindahan alam adalah sumber inspirasi yang tak pernah kering.

“Keindahan alam tidak akan habis untuk kita kupas sebagai bahan pertanyaan, kekaguman, hingga kesadaran diri sebagai bagian dari alam itu sendiri,” ujarnya.

Ia menjelaskan, tema The Beauty of Nature bukan sekadar perayaan estetika, tetapi juga refleksi tentang hubungan manusia dan alam dalam kesadaran yang lebih dalam. Setiap seniman, menurutnya, memandang alam dari sudut yang berbeda—ada yang menghadirkan panorama nyata, ada yang mengolahnya menjadi metafora batin, ada pula yang menarasikannya sebagai ruang refleksi tentang kehidupan.

“Kegelisahan atas segala kebersinggungan mereka dengan alam sekitar maupun semesta di luar sekitaran mereka menjadikan interaksi yang menarik dalam sajian karya,” lanjut Fikri.

 

Kelompok Hasta Rupa sendiri terbentuk secara unik, para perupa yang telah lama bersahabat bertemu kembali pada 22 Juni 2024 di Galeri Lorong, saat menghadiri pameran tunggal seorang teman. Dari perbincangan santai itu lahirlah gagasan untuk berkarya bersama.

Nama Hasta Rupa berasal dari dua kata Sanskerta, Hasta berarti delapan—simbol keseimbangan dan kesinambungan, sementara Rupa berarti wujud, perwujudan, atau rupa seni itu sendiri. “Pertemuan itu seperti bagian dari peristiwa alam yang indah, berjalan tanpa dirancang, namun penuh makna,” kata Fikri lagi.

 

Di ruang pamer, keindahan itu menjelma dalam berbagai bentuk dan warna. Ada karya yang menangkap lanskap nyata—gunung, pepohonan, laut, dan langit yang memantulkan ketenangan. Ada pula karya yang bermain dengan imajinasi dan simbol, menggambarkan dialog batin manusia dengan semesta. Semua berpadu menghadirkan pengalaman visual yang mengajak pengunjung berkelana—bukan sekadar melihat, tetapi juga merasakan.

“Lewat karya ini, kami ingin mengajak penonton untuk kembali menyadari kehadiran kita di alam sekitar, memahami peran dan keterbatasan, serta mensyukuri keindahan yang masih tersisa,” ungkap Fikri.

Salah satu peserta pameran, Harman Kunst, yang juga menjadi panitia, menuturkan bahwa Hasta Rupa merupakan kumpulan teman lama semasa belajar di SMSR dan ISI Yogyakarta.

“Pameran ini merupakan kali kedua kami. Bagi kami, berkarya bersama seperti ini bukan hanya tentang seni, tapi juga tentang menjaga persahabatan dan semangat kebersamaan,” ujarnya.

Dalam setiap sapuan kuas dan goresan warna, Hasta Rupa seperti mengirimkan pesan lembut bahwa seni, seperti alam, adalah ruang untuk menyembuhkan dan mengingatkan manusia agar tetap rendah hati. Pameran ini menjadi pengingat sederhana—bahwa di tengah derasnya perubahan, masih ada ruang untuk berhenti sejenak, memandang alam, dan menemukan kembali makna keindahan yang murni. (Tor)

Tinggalkan Komentar

Kirim Komentar