UAD Terapkan Teknologi IoT untuk Deteksi Hama Melon Hidroponik
YOGYAKARTA – Suasana greenhouse di wilayah Salam, Magelang, kini berbeda. Para petani melon hidroponik di sana tak lagi hanya mengandalkan intuisi atau pengalaman lama untuk menghadapi serangan hama. Mereka mulai diperkenalkan pada teknologi baru, sistem deteksi dini berbasis Internet of Things (IoT) dan pengenalan citra (image recognition).
Program pengabdian masyarakat yang digagas Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ini didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) 2025. Melalui pelatihan dan pendampingan langsung, teknologi itu dipraktikkan untuk membantu petani memantau tanaman secara real-time dan menekan kerugian akibat serangan hama.
Program ini dipimpin Etika Dyah Puspitasari, S.Si., M.Pd. dari Prodi Pendidikan Biologi UAD. Tim lintas bidang turut dilibatkan, antara lain Prof. Ir. Anton Yudhana, S.T., M.T. dan Dr. Ir. Son Ali Akbar, S.T., M.Eng. dari Teknik Elektro, Dr. Novi Febrianti, M.Si. dari Pendidikan Biologi, serta Jihad Rahmawan, S.T., M.Sc. dari Teknik Informatika.
“Teknologi ini memungkinkan petani mendeteksi hama secara dini dan memantau kondisi tanaman secara real-time, sehingga bisa menekan kerugian produksi,” jelas Etika Dyah Puspitasari, S.Si., M.Pd.
Sejak Juni 2025, rangkaian kegiatan dilakukan. Sosialisasi pertama bersama kelompok tani binaan berlangsung pada 20 Juni, dilanjutkan koordinasi pada 8 Agustus. Setelah itu, 18 Agustus menjadi momentum penting dengan pelatihan manajemen organisasi dan keuangan.
Para petani tak hanya diajari soal penggunaan sensor dan kamera mini untuk memantau tanaman. Mereka juga diberi bekal manajemen organisasi agar kelompok tani bisa lebih profesional. Mulai dari menyusun struktur kepengurusan, memperkuat komunikasi, hingga memperbaiki pengambilan keputusan.
Dalam aspek keuangan, mereka diajari pencatatan kas sederhana, pengelolaan hasil usaha, sampai perencanaan usaha jangka panjang. “Kami ingin kelompok tani tidak sekadar bisa memanen, tapi juga mengelola hasil panen dengan bijak,” tambah Etika.
Sistem yang diterapkan cukup sederhana namun cerdas. Kamera mini mengambil gambar daun dan buah melon secara periodik. Gambar lalu diproses dengan modul AI ringan, seperti ESP32-CAM dengan TinyML, untuk mengenali gejala serangan hama. Jika terdeteksi, notifikasi segera dikirim ke dashboard atau WhatsApp petani.
Tak hanya itu, sensor suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya dipasang di greenhouse. Data dari sensor dikirim ke cloud melalui MQTT atau HTTP dan bisa dipantau lewat dashboard maupun smartphone.
Kelebihannya, sistem ini tidak membutuhkan koneksi internet penuh karena pemrosesan dilakukan secara lokal. Biayanya relatif rendah, mudah direplikasi, dan cocok untuk petani kecil di pedesaan.
Bagi petani, teknologi ini lebih dari sekadar alat. Ia menjanjikan peningkatan produktivitas, efisiensi perawatan, serta penggunaan pestisida yang lebih terukur. Lebih jauh, teknologi ini membuka peluang bagi petani untuk bertransformasi menjadi aktor utama dalam pertanian cerdas yang berkelanjutan.
Kolaborasi antara kampus dan petani di Salam Magelang ini menjadi bukti bagaimana riset akademik tidak berhenti di laboratorium. Ia turun ke lahan, menyatu dengan kebutuhan riil, dan memberi harapan baru. Jika berhasil, model pengabdian ini berpotensi direplikasi di wilayah lain. Dengan melon sebagai pintu masuk, pertanian berbasis IoT dan AI kini mulai bertunas di Magelang. Dan para petani, yang sebelumnya mengandalkan pengalaman, kini punya senjata baru, data dan teknologi. (Tor)
Tinggalkan Komentar
Kirim Komentar